Laman

Minggu, 26 Februari 2012

Mengenal Kuadran Artikel Blog – Dimanakah Posisi Artikel Blog Anda?


Beruntung sekali saya mendapatkan buku yang berjudulJangan Ngaku Blogger Kalau Nggak Bisa Nulis Buku langsung dari penulisnya, yaitu bung Eko Nurhuda di Pemalang.
Buku yang juga di-endorsement oleh beberapa blogger yang tak asing lagi, seperti Pak Mars (marsudiyanto.net), Pak Sawali (sawali.info) dan Duto Cahyono (omkicau.com) ini walau masih didistribusikan dengan cara self-publishing, namun draft yang sempat dikirim penulis via email membuat saya yakin bahwa nantinya buku ini bakal menggegerkan blogosphere Indonesia.
Sekaligus, saya juga sedikit menyesal, karena tak sempat mengabulkan tawaran penulis tuk ikut mengirimkan endorsement. Kalau iya, kan blog ini bisa makin terkenal.. *mulai ngelantur:D
Tapi it’s ok, karena ternyata nama saya juga ikut tercantum di halaman ‘ucapan terima kasih’ bersama deretan blogger-blogger lain, seperti Iskandaria (kafegue.com) dan Jimmy Sun (jimmysun.net), dan itu cukup membuat saya terharu biru *_*

Mengenal Kuadran Penilaian Penerbit

Ok, sebelum saya me-review keseluruhan isi buku di artikel tersendiri, pada postingan kali ini saya hanya ingin sharing tentang bagaimana penerbit memberi label atau kategori pada jenis-jenis naskah dari penulis, atau kalau di dalam buku ini disebut dengan Kuadran Penilaian Penerbit. Berikut skematiknya:
Kriteria Naskah Yang Diterima Penerbit
Naskah yang masuk di kuadran 1, bagi penerbit adalah jenis naskah primadona. Selain memiliki standar mutu yang tinggi, tema tulisan pun sedang hot di pasaran, jadi tak ada alasan lagi bagi penerbit tuk segera membukukan naskah tersebut. Istilah lain yang umum disematkan bagi naskah jenis ini adalah naskah ‘lampu hijau’, alias pasti menguntungkan.
Untuk naskah yang masuk di kuadran 2, ada beberapa penerbit yang tak mau ambil resiko karena alasan citra/branding. Meski topik naskah pasti meledak di pasaran, namun beberapa penerbit tersebut tak mau ‘mengorbankan nama’ hanya untuk mengejar keuntungan. Tapi ada juga penerbit yang berani meng-gol-kan naskah berlabel ‘lampu kuning’ ini, asalkan mutunya ngga ancur-ancur banget.
Bagaimana nasib naskah di kuadran 3? Buku ini menulis:
Ini biasa terjadi dalam dunia perbukuan Indonesia, dimana buku yang (dianggap) bermutu tinggi tidak diminati pasar.
Jadi solusinya, ada beberapa penerbit yang masih mau menerbitkan, asal ada dana khusus yang disisihkan untuk biaya penerbitan. Dan jika dana itu kurang, penerbit mengajak penulis atau pihak ketiga untuk membantu biaya penerbitan (co-publishing).
Dan bagi naskah di kuadran 4 sepertinya tak perlu lagi diperjelas. Daripada penerbit menanggung malu dengan mutu tulisan yang jelek plus kerugian yang akan diderita, lebih baik naskah ini pasti ditolak mentah-mentah.

Lalu, Apa Itu Kuadran Artikel Blog?

Saya rasa masih ada relevansi untuk memberikan sebuah penilaian untuk artikel-artikel blog, dan jika itu diterapkan seperti halnya skema di atas, maka kira-kira hasilnya sebagai berikut:

Artikel Blog di Kuadran 1

Artikel jenis ini mutunya sangat bagus, ditulis secara skematis, lengkap, bermanfaat dan dapat dipahami oleh pembacanya. Jadi bisa dimaklumi jika artikel di kuadran ini sering menjadi rujukan bagi artikel-artikel blog lain dan mendapat respon yang tidak sedikit, baik lewat kotak komentar maupun via sharing di jejaring sosial. Begitu pun di mata mesin pencari, artikel jenis ini mendapat tempat yang memiliki peluang terbesar untuk dilihat karena memiliki struktur SEO yang mumpuni. Kalau dalam bahasa blogging, artikel di kuadran ini disebut dengan artikel pilar.

Artikel Blog di Kuadran 2

Meski ditulis dengan bahasa seadanya, artikel-artikel yang berada di kuadran 2 masih mampu meraup traffic yang lumayan. Dengan gaya penulisan yang cenderung personal, penulisnya masih dapat mengisi ‘ruang-ruang’ yang dapat dimaksimalkan untuk ‘memaksa’ mesin pencari untuk ikut juga melirik artikel tersebut. Faktor promosi juga berpengaruh, dimana penyebaran link-link lewat blogwalking, forum maupun direktori blog dijadikan senjata ampuh tuk ikut mendongkrak kepopuleran artikel.

Artikel Blog di Kuadran 3

Ini mungkin yang dinamakan dengan artikel idealis, yaitu jenis artikel yang hanya bisa dipahami dan bermanfaat untuk kalangan tertentu. Walau ditulis dengan sangat teliti dan lewat proses research yang panjang, namun tak mendapat respon positif, alias cenderung tenggelam di lautan blogosphere.

Artikel Blog di Kuadran 4

Saya tak berani banyak berkomentar, tapi setidaknya pada kesempatan ini saya ingin menghimbau untuk blogger-blogger semua agar memproduksi artikel yang jauh sejauh-jauhnya dari kuadran ini. Setuju?
Kuadran Artikel Blog

Jadi, di Kuadran Manakah Sebaiknya Posisi Artikel Blog Anda?

Idealnya sih, semua artikel yang ditulis di blog itu masuk di kuadran 1. Tapi – yah – dari pengalaman pribadi, saya sendiri tak selalu bisa menghasilkan artikel-artikel jenis itu secara konsisten. Ada beberapa yang masih berputar-putar di kuadran 2, esoknya posting artikel yang ternyata berada di kuadran 3, malah – kalau menengok ke belakang – mungkin sangat sering menulis artikel kuadran 4 *hehe*
Kalau Anda sendiri, kira-kira dimana posisi rata-rata artikel blog Anda jika diplot di uraianKuadran Artikel Blog di atas? Share, please :D
PS: Jika Anda juga ingin memiliki buku ini, silakan kunjungi blog Bung Eko.
Sumber gambar: business-blogging.co.uk

Jumat, 24 Februari 2012

One Million Second Chances


Meskipun kita dapat kembali dan melakukan lagi dengan baik – sebuah awal yang salah di masa lalu, kita dapat memulai lagi untuk mencapai sebuah akhir yang lebih baik di masa depan.

Kesempatan kedua tidak datang hanya satu kali. Sebetulnya ada satu juta kesempatan kedua yang tersedia bagi kita, tetapi sebagian besar dari kita tidak hidup cukup berani dan sibuk untuk menghabiskan semua kesempatan kedua itu.

Bila Anda berkecil hati karena kegagalan pada upaya pertama anda, mohon Anda temukan pribadi yang hidupnya dibangun dari keberhasilan pada upaya-upaya pertamanya.
Keberhasilan tersenyum penuh kasih kepada kita yang menganggap semua kesempatan setelah upaya kedua – sebagai kesempatan kedua; karena sebetulnya ada satu juta kesempatan kedua.

Kesulitan memperkenalkan kita kepada diri kita sebenarnya

Kesulitan adalah cermin yang mampu menampilkan jiwa Anda lebih jelas daripada gambar wajah dan pakaian Anda. 

Ia, kesulitan itu – melontarkan kematangan pengolahan perasaan Anda ke dinding –dinding pengertian anda; agar anda melihat jarak antara jiwa Anda sekarang dengan jiwa fitrah Anda yang kokoh, yang mulia, dan yang penyayang.

Ia, kesulitan itu – juga menuntut Anda untuk menggunakan semua kemampuan yang ada pada serat-serat kecerdasan dan bakat-bakat Anda, sebagai syarat agar ia menyerah kepada Anda, dan menjadikan Anda pembukti, bahwa Anda selalu lebih besar dari masalah dan kesulitan Anda.

Dan ia, kesulitan itu mensyaratkan bahwa ia akan melunak dan meyerah – hanya bila Anda mengubah diri Anda – menjadi lebih kuat dan menginginkan kemenangan.

Kita demikian terpaku kepada yang tidak sesuai dengan kita inginkan, sehingga kita kehilangan pandangan dari yang sesuai dengan yangkita inginkan.

Bagi  yang belum terlatih – kesulitan tampil lebih menonjol dan menarik untuk diperhatikan, dan dijadikan penghalang ketenangan dan nyenyaknya tidur. Padahal, kesulitan adalah pengalih perhatian kita dari kemudahan yang sebetulnya selalu berada di balik kesulitan.

Tetapi, bahkan mereka yang telah berpengalaman pun, masih terkadang menemukan diri mereka melabuhkan kesulitan itu di hati mereka, mengaburkan pandangan mata mereka dengan air mata, dan menghalangi pengertian baik dengan kebisingan keluhan mereka.

Kesulitan mengubah dirinya menjadi hadiah yang terbaik bagi Anda yang mengupayakan yang terbaik dari yang bisa Anda lakukan dalam keadaan sulit. 

Pastikanlah bahwa dalam kesempatan kedua Anda – anda melakukannya dengan kekuatan penuh.

Bila Anda melakukan sesuatu dengan pengerahan penuh dari kecerdasan, pengetahuan, kesungguhan, harapanan, dan kemampuan Anda untuk berserah – Anda memang masih bisa membuat kesalahan.
Tetapi, bila Anda melakukannya dengan kekuatan setengah-tengah, kesempatan Anda untuk membuat kesalahan – justru akan menjadi lebih besar.

Dan, bila Anda berhasil melakukannya dengan setengah-tengah Anda tetap akan disalahkan, karena tidak mencapai hasil lebih baik - yang sebetulnya menjadi hak Anda bila Anda berupaya dengan kekuatan penuh.  
Bila Anda berencana untuk menjadi pribadi yang kurang dari yang mungkin anda capai, Anda tidak akan pernah berdamai dengan diri Anda sendiri – seumur hidup. 

Satu-satunya jalan keluar dari rasa takut – adalah melangkah melalui jantung rasa takut itu.
Ukuran kehidupan yang tersedia bagi seseorang – berkembang dan mengempis sesuai dengan keberaniannya menghalangi rasa takut.

Keberadaan kemanusiaan sampai saat ini adalah bukti bahwa tidak ada kesulitan yang dihamparkan oleh ala mini yang bisa mengalahkan kekuatan asli kita untuk bertahan dan memenangkan kehidupan yang baik. Dan itu berate bahwa bagi semua kesulitan – telah dan akan ditemukan peyelesaiaannya.

Tetapi, penyelesaian apa pun – tidak akan gunanya, walau pun sebetulnya telah ditemukan dan diajarkan kepada Anda; bila yang Anda hadapi bukanlah kesulitan, tetapi rasa takut. Dengannya, kesulitan itu tidak akan pernah susut.

Maka, rasakanlah ketakutan itu. Rasakanlah bagaimana darah Anda tertegun ragu di persimpangan – antara tugas mengisi urat-urat keberanian Anda, atau mengisi bantal-bantal ketakutan Anda.

Rasakanlah ketakutan itu, lalu kenalilah degup jantungnya – yang diupayakannya untuk seirama dengan degup jantung Anda. Temukanlah jantung dari ketakutan Anda, lalu pisahkan ia dari jantung Anda. Dan Anda akan segera merakan bahwa detak keras jantung Anda sebetulnya bukan teriakan ketakutan, tetapi gema dari tuntutan hak Anda untuk menang.

Anda memiliki satu juta kesempatan kedua. Gunakanlah dengan berani. Dan capailah kemenangan yang telah menjadi hak asli Anda.

Have s super day!

Dikutip dari : Supertalk I One Million Second Chance I Mario Teguh I 2006

Ketika Katak Membisu


SUATU hari di musim panas seekor katak berkata kepada pasangannya, “Aku takut mereka yang hidup di rumah di atas pantai itu terganggu oleh nyanyian-nyanyian malam kita.”

Pasangannya menjawab dengan berkata, “Baiklah, tapi apakah mereka juga tidak mengganggu keheningan kita di siang hari dengan perkataan mereka ?”

Katak berkata lagi, “Jangan lupa bahwa kita bisa saja terlalu banyak bernyanyi di malam hari.”
Pasangannya menjawab, “Jangan lupakan juga bahwa mereka berbincang-bincang dan berteriak banyak di siang hari.”

Katak berkata lagi, “Bagaimana dengan katak betung yang mengganggu seluruh tetangga dengan suara nyaring yang dilarang Tuhan ?”

Pasangannya menjawab, “Iya, dan apa yang akan engkau katakana dengan politikus, pendeta, dan ilmuwan yang dating ke pantai dan memenuhi udara dengan suara ribut mereka yang tanpa irama ?”

Kemudian katak berkata, “Baiklah, mari kita memperbaiki diri lebih baik ketimbang manusia-manusia ini. Marilah kita diam di malam hari, dan bernyanyi terus di dalam hati, meski bulan meminta irama kita dan juga bintang-bintang. Paling tidak, marilah dita diam untuk satu atau dua, atau bahkan untuk tiga malam.”

Pasangannya berkata, “Baiklah, kau setuju. Kita akan melihat apa yang akan terjadi dengan hatimu yang penuh rahmat itu.”

Malam itu katak-katak membisu; mereka juga membisu di malam berikutnya, dan juga di malam ketiga.
Kemudian keanehan terjadi. Wanita cerewet yang hidup di rumah di pinggir danau turun untuk makan pagi di hari ketiga dan berkata pada suamu\inya, “Aku tak dapat tidur tiga mala mini. Karena akau hanya dapat tidur lelap ketika suara katak-katak hadir di telingaku. Tapi tampaknya sesuatu sedang terjadi. Mereka tidak lagi menyanyi selama tiga malam; dan aku hampir gila dengan kegelisahan ini.”

Katak mendengar ini dan menoleh pada pasangannya dan berkata, dengan kedipan matanya, “Dan kita juga hampir gila dengan kebisuan kita, iya kan?”

Pasangannyaitu menjawab, “Ya, keheningan malam memberati kita. Aku dapat melihat sekarang bahwa tak perlulah kita berhenti menyanyi hanya untuk menyenangkan orang-orang yang perlu mengisi keheningan mereka dengan suara-suara.

Malam itu bulan tak lagi meminta dengan suara payah gema irama mereka, demikian juga bintang-bintang.

Dikutip dari : Kahlil Gibran l Ketika Katak Membisu l Spiritualitas Hawa l Penerbit Bentang Budaya l 2003.